Selasa, 07 Juli 2009

SISTEM KOLOID

1. Membedakan Suspensi Kasar, Larutan sejati, dan Koloid

Keadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan dan suatu suspensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Harper & Row (1980: 645) bahwa

The colloidal solutions or colloidal dispersions are intermediate between true solutions and suspensions. In other words, the diameter of the dispersed particles in a colloidal dispersion is more than that of the solute particles in a true solution and smaller than that of a suspension.

Diameter partikel koloid berkisar antara 10 Å (10-9 m) sampai 2000 Å. Partikel-partikel yang mempunyai diameter lebih kecil dari 10 Å akan membentuk larutan sejati, sedangkan partikel-partikel dengan diameter lebih besar dari 2000 Å akan membentuk suspensi yang secara cepat akan terpisah kedalam dua fasa (Harper & Row, 1980: 645)

Sistem koloid sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, hampir semua bahan pangan mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Emulsi seperti susu juga termasuk koloid. Dalam bidang farmasi, kebanyakan produknya juga berupa koloid, misalnya krim, salep adalah emulsi. Dalam industri cat, semen, dan industri karet untuk membuat ban semuanya melibatkan sistem koloid. Semua bentuk seperti spray untuk serangga, cat, hair spray, dan sebagainya juga merupakan koloid. Dalam bidang pertanian, tanah juga dapat digolongkan sebagai koloid. Jadi terlihat betapa pentingnya koloid dalam kehidupan manusia.

2. Mengelompokan jenis Koloid berdasarkan fase terdispersi dan fase pendispersi

Materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan dalam suatu medium, sehingga dihasilkan suatu dispersi (sebaran) koloid atau sistem koloid. Partikel koloid dinyatakan sebagai zat terdispersi (tersebarkan) dan materi kontiniu dalam partikel itu tersebar disebut zat pendispersi atau medium pendispersi.

Tabel 2.2

Pengelompokkan sistem koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersinya

Fase terdispersi

Medium pendispersi

Jenis koloid

Contoh

Padat

Padat

Padat

Cair

Cair

Cair

Gas

Gas

Padat

Cair

Gas

Padat

Cair

Gas

Padat

Cair

Sol Padat

Sol

Aerosol padat

Emulsi padat (Gel)

Emulsi

Aerosol cair

Buih padat

Buih

Paduan logam, gelas berwarna, intan hitam

Cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat

Debu di udara, asap pembakaran

Jelly, keju, mentega, nasi

Susu, mayonnaise, krim tangan

Awan, kabut, semprotan seperti hairspray, dan obat nyamuk (spray serangga)

Batu apung, marshmallow, karet busa, styrofoam

Putih telur yang dikocok, busa sabun

Sumber: (Johari, 2004: 17)

3. Mendeskripsikan sifat-sifat Koloid

a. Efek Tyndall

Pada tahun 1986, Tyndall menemukan bahwa apabila suatu berkas cahaya dilewatkan pada larutan koloid, maka berkas cahaya tadi akan tampak. Tetapi apabila berkas cahaya yang sama dilewatkan pada larutan sejati, berkas cahaya tadi tidak kelihatan. Efek ini dikenal sebagai efek Tyndall. Berkas cahaya menjadi tampak karena adanya pantulan dan hamburan cahaya oleh permukaan partikel-partikel koloid ( Bird, 1987:298).

b. Gerak Brown

Partikel-partikel koloid mempunyai sifat kinetik yang dipengaruhi oleh gerakan termal pada skala mikroskopik yang pertama kali ditemukan oleh seorang ahli botani Inggris, Robert Brown, yang mempelajarinya pada tahun 1827.

Ketika Brown mempelajari serbuk sari biji-bijian dalam air, ia mendapatkan bahwa partikel-partikel serbuk sari bergerak zig-zag secara acak. Gerakan ini bukan disebabkan oleh penguapan lokal, tetapi disebabkan oleh tumbukan acak yang terjadi antara molekul serbuk sari dengan molekul medium pendispersi. Gerak ini dikenal sebagai gerak Brown (Bird, 1987: 299).

c. Adsorpsi Koloid

Materi dalam keadaan koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar. Pada permukaan partikel terdapat gaya van der Waals yang belum terimbangi atau bahkan gaya valensi yang dapat menarik dan mengikat atom-atom (atau molekul-molekul atau ion-ion) dari zat asing. Penyerapan zat-zat asing ini pada permukaan partikel koloid disebut Adsorpsi Koloid (Harper & Row, 1980: 655).

Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pendispersi pada permukaannya, baik itu partikel netral atau partikel bermuatan (kation dan anion). Sebagaimana dikemukakan oleh Harper & Row (1980, 655) ”The sol particles acquire positive or negative charge by preferential adsorption of + ve or – ve ions from the dispersion medium”. Contohnya partikel sol Fe(OH)3 akan mengadsorpsi kation dari medium pandispersinya sehingga bermuatan positif, sedangkan sol As2S3 mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negarif (Johari, 2004: 281).

d. Elektroforesis

Partikel koloid yang bermuatan apabila ditempatkan pada medan listrik akan bergerak ke arah salah satu elektroda tergantung pada jenis muatannya. Proses ini dikenal dengan nama elektroforesis (Bird, 1987: 300).

e. Koagulasi koloid

Partikel-partikel koloid bersifat stabil karena memiliki muatan listrik yang sejenis. Apabila muatan listrik tersebut hilang, maka partikel-partikel koloid tersebut akan bergabung membentuk gumpalan. Gumpalan ini akan mengendap akibat pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan partikel-partikel koloid dan pengendapannya ini disebut koagulasi (Johari, 2004: 284).

f. Dialisis

Pemisahan ion dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu selaput semipermeabel disebut dialisis. pori-pori itu biasanya berdiameter kurang dari 10 Å dan membiarkan lewatnya molekul air dan ion-ion kecil (Harper & Row, 1980: 667).

Proses dialisis diamati pertama kali oleh Thomas Graham. Ia menemukan bahwa beberapa zat seperti gelatin (gel) dan lem dapat dipisahkan dari zat-zat terlarut seperti gula dan garam dengan menggunakan selaput semipermeabel. Proses dialisis untuk pemisahan partikel-partikel koloid dan zat terlarut dijadikan dasar bagi pengembangan dialisator. Salah satu aplikasi dialisator adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal (Johari, 2004: 291).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar